Cara Mengatasi Ketakutan - Persekutuan Indonesia Riverside

PERSEKUTUAN INDONESIA RIVERSIDE
Go to content
Pemahaman Alkitab 2021
Cara Mengatasi Ketakutan
Jika kita melihat Perjanjian Baru dan catatan kehidupan Yesus dan kita mengajukan pertanyaan ini, nasihat negatif apa yang lebih sering diucapkan Yesus? Jawabannya sederhana, karena perintah khusus ini diucapkan berkali-kali oleh Yesus sehingga itu jauh lebih dari apa pun yang ada di urutan kedua. Dan jika Anda berpikir sekarang dalam pikiran Anda, memeras otak Anda, biarkan saya membantu Anda, itu adalah "Jangan takut."

Bahkan Yesus mengatakannya begitu sering, sehingga kadang-kadang kita kehilangan maknanya karena seolah-olah setiap kali Dia bertemu dengan murid-murid-Nya, hal pertama yang Dia katakan kepada mereka adalah, “Jangan takut.” Dia mengatakannya begitu sering hingga menjadi hampir seperti sebuah sapaan. Daripada "Halo," atau "Shalom," Dia mengatakan, "Jangan takut." Dan saya sering bertanya-tanya mengapa Yesus sering melakukan itu.

Dan saya duga itu ada hubungannya dengan pengetahuan-Nya dan pemahaman-Nya yang mendalam tentang kelemahan susunan manusia kita, karena kita sebagai manusia cenderung takut. Kita cenderung bergumul dengan kecemasan. Nah itulah kata yang sering disalahgunakan dalam kosakata kita. Anda mendengar seseorang berkata, "Oh, saya kuatir Natal datang." Dan apa yang mereka katakan sebenarnya adalah bahwa mereka ingin sekali.

Mereka dengan senang hati mengantisipasi acara yang akan datang ini. Tetapi apa yang sebenarnya mereka katakan ketika mereka mengatakan bahwa mereka kuatir adalah bahwa mereka memiliki semacam ketakutan tentang kedatangan Natal. Maka istilah kekuatiran sering digunakan sebagai pengganti kata bersemangat, padahal sebenarnya istilah kekuatiran mengacu pada suatu ketakutan, atau kekhawatiran tentang sesuatu yang ada di masa depan.

Semua orang di dunia merasa ketakutan. Kita tidak selalu takut akan hal yang sama seperti yang ditakuti orang lain, tetapi kita semua mengalami kecemasan, dan kita semua mengalami ketakutan. Saya sebagai pendeta sering mengatakan bahwa orang masuk ke rumah sakit, tidak peduli seberapa kecil prosedur yang mereka hadapi, ada semacam tingkat kekuatiran yang harus dihadapi pasien itu. Sudah menjadi sifat manusia untuk khawatir tentang kesejahteraan fisik seseorang.

Kecemasan bisa menjadi intens sehingga tingkat ketakutan dalam kepribadian kita bisa naik ke status fobia. Dan fobia cenderung menjadi semacam ketakutan yang melumpuhkan kita dalam satu cara atau lain. Baru-baru ini saya membaca sebuah penelitian yang menunjukkan sepuluh fobia yang paling banyak dialami orang Amerika. Dan yang termasuk dalam daftar sepuluh fobia yang paling sering terjadi adalah hal-hal yang termasuk acrophobia, yaitu takut ketinggian.

Xenophobia yaitu ketakutan terhadap orang yang berbeda dari diri kita, claustrophobia, ketakutan berada di tempat yang tertutup. Tapi ketakutan nomor satu dalam daftar itu adalah ketakutan berbicara di depan kelompok orang. Dan saya melihat itu dan saya berkata, “Yah, saya dapat mengerti hal itu, karena saya harus melakukannya cukup sering, dan saya tidak dapat membayangkan pernah memiliki pengalaman untuk mengantisipasi berbicara tanpa kecemasan.

Ada orang yang sangat ketakutan, dan karena itu mereka tidak mampu melakukannya sama sekali. Tetapi sekali lagi, kita memiliki semua jenis kecemasan yang berbeda ini, dan ini memang berkaitan dengan hubungan kita dengan Allah. Perhatikanlah bagian Khotbah di Bukit di mana saya pikir semua orang pernah mendengarnya, tetapi kita tidak banyak meluangkan waktu untuk membicarakannya.

Matius 6:25-34, “Sebab itu ingatlah; janganlah khawatir tentang hidupmu, yaitu apa yang akan kalian makan dan minum, atau apa yang akan kalian pakai. Bukankah hidup lebih dari makanan, dan badan lebih dari pakaian? 26 Lihatlah burung di udara. Mereka tidak menanam, tidak menuai, dan tidak juga mengumpulkan hasil tanamannya di dalam lumbung. Meskipun begitu Bapamu yang di surga memelihara mereka! Bukankah kalian jauh lebih berharga daripada burung?”

27 Siapakah dari kalian yang dengan kekhawatirannya dapat memperpanjang umurnya biarpun sedikit? 28 Mengapa kalian khawatir tentang pakaianmu? Perhatikanlah bunga-bunga bakung yang tumbuh di padang. Bunga-bunga itu tidak bekerja dan tidak menenun; 29 tetapi Raja Salomo yang begitu kaya pun, tidak memakai pakaian yang sebagus bunga-bunga itu! 30 Rumput di padang tumbuh hari ini dan besok dibakar habis. Namun Allah mendandani rumput itu begitu bagus. Apalagi kalian! Tetapi kalian kurang percaya!”

31 Janganlah khawatir dan berkata, 'Apa yang akan kita makan', atau 'apa yang akan kita minum', atau 'apa yang akan kita pakai'? 32 Hal-hal itu selalu dikejar oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Padahal Bapamu yang di surga tahu bahwa kalian memerlukan semuanya itu. 33 Jadi, usahakanlah dahulu supaya Allah memerintah atas hidupmu dan lakukanlah kehendak-Nya. Maka semua yang lain akan diberikan Allah juga kepadamu. 34 Oleh sebab itu, janganlah khawatir tentang hari besok. Sebab besok ada lagi khawatirnya sendiri. Hari ini sudah cukup kesusahannya, tidak usah ditambah lagi."

Jauh sebelum saya membaca Alkitab untuk pertama kalinya, saya sudah akrab dengan bagian Firman ini, karena itulah salah satu bagian favorit bapa saya. Dan saya mendengar dia mengutipnya berkali-kali, terutama di meja ruang makan. Dia menggunakan versi lama, "Jangan khawatir tentang apa pun, jangan pikirkan hari esok, apa yang harus kamu makan, apa yang harus kamu minum, apa yang harus kamu pakai."

Faktanya adalah kita khawatir tentang hari esok. Dan kekhawatiran kita tentang hari esok seringkali menyebabkab ada perasaan cemas dalam diri kita. Saya pikir Yesus memberikan khotbah ini kepada para pendengar campuran pria dan wanita, tetapi ini ada relevansi khusus untuk para pria yang mendengarnya. Dalam budaya kita sendiri, saya melihat laporan dari seorang psikolog yang mengatakan bahwa ada salah satu kecemasan paling mencekam bagi pria yang tidak pernah mereka bicarakan.

Mereka berbicara tentang olahraga, mereka membicarakan bisnis, tetapi mereka tidak terbuka dan mengungkapkan ketakutan yang mereka miliki, mereka pikir itu pada dasarnya tidak jantan. Dan kecemasan yang mencekam ini adalah ketakutan akan kegagalan menafkahi rumah tangganya sendiri. Ini adalah masalah khusus untuk pria yang sudah menikah, dan mereka yang memiliki anak. Karena saat seorang pria menikah, dia menanggung beban untuk memelihara keluarga.

Dan meskipun kita telah banyak mengubah struktur budaya di mana banyak wanita berada di tempat kerja, tetap saja pria itu harus menjadi penyedia dan pelindung keluarga. Fenomena lain dari dunia kedokteran adalah rasio mimpi buruk yang aneh. Pria mengalami mimpi buruk dua kali lebih banyak daripada wanita. Konsensusnya adalah bahwa itu berakar pada kecemasan khusus yang dialami pria itu.

Saya yakin wanita itu ada kecemasan dan kekhawatiran tersendiri yang harus mereka khawatirkan, yang terkait dengan perawatan anak mereka, rumah mereka, dan lain-lain. Tetapi ketika Yesus memusatkan perhatian-Nya pada masalah kecemasan ini, Dia sedang berbicara tentang kebutuhan dasar kehidupan manusia, dan kekhawatiran serta kecemasan yang kita bawa untuk memenuhi persediaan ini.

Apakah saya bisa memberi makan keluarga saya besok? Apakah saya bisa memberi pakaian pada keluarga saya besok? Dan Yesus berkata, “Jangan pikirkan hari esok.” Dia tidak mengatakan, jangan berpikir tentang menyediakan atau janganlah bijaksana.” Di bagian lain dari Alkitab kita diberitahu bahwa seseorang yang tidak memelihara keluarganya lebih buruk daripada seorang kafir. Kita harus bijaksana, hemat dan berdisiplin dalam memelihara keluarga kita.

Jadi Yesus tidak mengatakan jangan hati-hati merencanakan dan memelihara keluarga kalian. Dia menentang sikap rohani kita yang berhubungan dengan upaya dan tanggung jawab ini. Dia bilang jangan khawatir tentang hari esok. Lakukanlah apa yang harus kalian lakukan, tetapi pada saat yang sama, hari esok ada di tangan Allah. Dan memang ketakutan kita akan masa depan lebih dari apa pun yang mendorong kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran itu.

Kita tidak pernah khawatir tentang apa yang terjadi kemarin. Kita tidak perlu khawatir karena kemarin sudah berakhir. Kita mungkin khawatir tentang konsekuensi dari apa yang terjadi kemarin dan bagaimana akibatnya hari ini atau besok. Tetapi begitu momen itu berlalu, kecemasan kita tentangnya berlalu bersamanya. Jadi kita memahami bahwa titik fokus dari kekhawatiran dan kecemasan kita selalu adalah masa depan.

Ini selalu tentang apa yang belum terjadi. Dan tidak ada yang perlu ditakuti saat semuanya sudah berakhir. Kita cemas karena kita tidak tahu seberapa sulit atau menyakitkan, atau menyusahkan masalah yang kita hadapi besok. Ketika Yesus berkata janganlah cemas, jangan khawatir, dan Dia berkata Anda tidak dapat menambah ukuran tubuh Anda dengan mengkhawatirkannya, khawatir itu tidak menyelesaikan masalah apa pun. Dia menegur mereka karena iman mereka kecil.

Mengapa Allah melakukan itu ketika sudah menjadi sifat kita untuk mengkhawatirkan hal-hal yang dapat terjadi pada kita? Dan ada banyak hal yang terjadi pada kita yang layak ditakuti? Karena ada hal menyakitkan yang mungkin kita alami. Dan tidak semua kekhawatiran tidak terwujud. Daud berkata, “Hal yang paling kutakuti telah menimpaku.” Namun rasa sakit yang paling dia takuti adalah sesuatu yang menyakitinya selama bertahun-tahun sebelum itu terjadi.

Kita telah diberitahu bahwa pengecut itu mati seribu kali, tetapi orang yang berani, hanya mati sekali. Pengecut itu menjalani pengalaman dengan mengkhawatirkannya dan ketakutan tentangnya, berkali-kali sebelum itu benar-benar terjadi. Sebagian besar waktu ketika kita khawatir tentang sesuatu, ketika itu terjadi, itu tidak seburuk yang kita kirakan. Allah memberikan anugerah-Nya ketika kita membutuhkannya.

Jadi secara teologis dan spiritual itu adalah pertanyaan tentang hubungan antara masa depan, ketakutan kita dan iman kita. Yesus berkata, “Mengapa kamu khawatir, kamu yang kurang percaya.” Kekhawatiran dan kecemasan kita benar-benar berasal dari kekurangan kepercayaan pada janji-janji Allah. Dan kita semua memiliki itu. Kita semua memiliki iman, tetapi iman kita terbatas, dan terkadang iman kita tidak membuat kita mengatasi kecemasan itu.

Kita takut bahwa Allah tidak akan memenuhi apa yang Dia janjikan. Atau, sebaliknya, kita mungkin takut Dia akan melakukan apa yang Dia janjikan. Itulah yang membuat saya takut tentang Allah, adalah karena Allah memanggil kita untuk hidup di dunia yang penuh dengan masalah ini, dan Dia berkata di dunia kita akan mengalami kesengsaraan, dan kita akan mengalami penderitaan, dan kita akan mengalami kesusahan. Itulah yang membuat saya takut, adalah bahwa firman-Nya akan terjadi.

Tetapi yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa Allah menjanjikan kehadiran-Nya dan anugerah-Nya untuk menopang kita dalam pengalaman manusia yang paling sulit. Dan Yesus berkata, “Kalian tidak memiliki banyak iman jika kalian dicekam oleh kecemasan. Dan kurangnya iman Anda adalah kurangnya iman ke pada janji-janji Allah.” Kata Allah, “Percayalah pada-Ku untuk hari esok. Percayalah Aku dengan hidupmu.” Dan itulah artinya menjadi seorang Kristen.

Saya harus percaya Allah bukan hanya untuk apa yang saya makan dan apa yang saya minum, dan apa yang saya pakai, tetapi saya harus percaya Allah untuk bagaimana saya akan mati, kapan saya akan mati, di mana saya akan mati, dan apa yang akan terjadi pada keluargaku dan semua yang lain ketika aku mati. Saya harus percaya Allah untuk masa depan. Penyembuhan paling sederhana, yang mudah dipahami tetapi sulit diterapkan, adalah kita perlu memahami Firman Allah.

Karena tidak ada yang lebih cepat menghilangkan rasa takut daripada penguatan dan pemahaman kita tentang janji-janji Allah dan pengetahuan akan kehadiran Allah. Tetapi kita takut bahwa Dia tidak akan ada saat kita membutuhkan-Nya, atau Dia tidak akan melakukan apa yang Dia katakan. Sekarang, ada berbagai jenis kecemasan, dan semuanya terkait dengan masa depan, dan saya akan membedakan tiga jenis ketakutan.

Yang pertama adalah ketakutan spesifik yang objektif, seperti fobia. Dan ada cara khusus untuk menghadapinya masing-masing. Namun berbeda dengan ketakutan macam itu, ada jenis ketakutan lain yang dibicarakan para filosof, pengalaman kecemasan, yang mereka definisikan sebagai ketakutan tanpa nama. Di situlah Anda mondar-mandir, perut Anda tidak enak dan tangan Anda gemetar. Anda mengalami serangan kecemasan tetapi Anda tidak tahu mengapa.

Ini berhubungan dengan ketakutan secara umum. Para filsuf eksistensial tidak melihat secara optimis apa yang akan terjadi besok. Manusia modern merasa seolah-olah telah terlempar ke dunia yang kacau balau. Dia tidak memiliki awal yang berarti. Dia telah muncul dari lumpur dan dia bergerak setiap saat menuju kepada kehancurannya. Kita ditangguhkan antara kelahiran dan kematian dalam keadaan yang tidak berarti.

Dari perspektif Kristen, kecemasan tanpa nama ini berakar lebih dalam pada apa yang akan saya sebut sebagai kecemasan jenis ketiga, yang disebut kegelisahan. Dan ini dibicarakan oleh St Agustinus. Doanya dalam buku pengakuan dosanya mengatakan, “Ya Tuhan, Engkau telah menciptakan kita untuk diri-Mu sendiri, dan hati kita gelisah terus sampai kita menemukan istirahat di dalam Engkau.” Nah kegelisahan itu adalah semacam ketakutan.

Kegelisahan adalah manifestasi dari jenis kecemasan tertentu. Itu tidak bernama tetapi dia berkata, “Kecemasan itu, kegelisahan itu berakar pada keterasingan dasar kita dan kita jauh dari Allah, karena hidup kita rusak jika kita terasing dari Allah. Dan kalau kita berada di luar persekutuan dengan Allah itu adalah motivasi kuat untuk merasa takut. Kita bukan hanya takut kepada sang pencipta, tetapi kita juga takut pada ciptaan-Nya.

Kita mulai takut akan hidup itu sendiri, karena kita tidak sungguh-sungguh bersekutu dengan pencipta kehidupan dan Tuhan segala kehidupan. Dan satu-satunya yang saya tahu untuk mengatasi ini adalah apa yang dikatakan Agustinus, "Hati kami akan tetap gelisah sampai mereka menemukan ketenangan di dalam Engkau." Inilah yang Yesus berikan kepada umat-Nya. Dia berkata, “Janganlah hatimu gelisah. Percayalah pada Allah, dan percaya juga pada Aku. Di rumah Bapa-Ku ada banyak kamar mewah.

Aku akan pergi dan menyiapkan tempat untukmu, supaya di mana Aku berada, kalian juga berada. Jadi jangan takut akan masa depan. Jangan takut akan hari esok, karena Aku sedang mengurus hari esok; bahwa Allah adalah Allah hari esok. Aku pergi sekarang, tapi Aku meninggalkan sesuatu. Saya akan memberi Anda warisan. Dan apakah itu? Damai sejahtera Aku tinggalkan bersama kalian. Damai sejahtera-Ku akan Aku berikan kepada kalian.

Tidak seperti yang diberikan dunia. Jangan sampai hatimu gelisah. Dengan kata lain, damai sejahtera yang Yesus bicarakan di sini adalah kebalikan dari kegelisahan. Ini adalah ketenangan jiwa yang datang ketika Anda berada dalam persekutuan dengan Allah, dan Anda dapat mempercayai-Nya untuk hari esok. Dialah yang mengalahkan rasa takut. Pada saat yang sama kita memiliki nasihat ini, “Jangan takut.” Kita juga dipanggil untuk saling menguatkan hati orang Kristen.

Dan apa artinya saling menyemangati? Ini membantu orang lain untuk menemukan keberanian, karena kita semua membutuhkan keberanian. Apakah satu-satunya bahan yang diperlukan untuk memiliki keberanian? Kita perlu memiliki hubungan erat dengan Allah sehingga Dia dapat memberi kita Roh Kudus-Nya untuk memberi kita keberanian itu. Roh Kudus bekerja di dalam kita untuk memberi kita kegelisahan, tetapi pada saat yang sama Dia juga adalah Pemberi Keberanian yang kita butuhkan, Amin?
JOIN OUR MAILING LIST:

© 2017 Ferdy Gunawan
ADDRESS:

2401 Alcott St.
Denver, CO 80211
WEEKLY PROGRAMS

Service 5:00 - 6:30 PM
Children 5:30 - 6:30 PM
Fellowship 6:30 - 8:00 PM
Bible Study (Fridays) 7:00 PM
Phone (720) 338-2434
Email Address: Click here
Back to content