Keputusan Pilatus
Published by Stanley Pouw in 2022 · 27 March 2022
Dalam Yohanes 19 kita melihat kembali pengadilan Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Pilatus, gubernur Romawi. Tuhan Yesus direndahkan dalam setiap aspek kehidupan-Nya. Pribadi yang adalah Allah yang tak terbatas dan abadi menjadikan diri-Nya sendiri sebagai hamba Allah yang menderita dan dihina dalam menjadi manusia sepenuhnya. Marilah kita melihat hidup-Nya dan beberapa ciri hidup-Nya yang menunjukkan Dia menanggung salib itu seumur hidup-Nya.
Dalam hidup-Nya Dia menanggung semacam salib selama tiga dekade hidup-Nya dalam penghinaan-Nya dan ketidakjelasan-Nya. Tetapi khususnya dalam tiga tahun pelayanan publik Dia hidup tanpa reputasi, tanpa kehormatan, tanpa kekaguman. Ini adalah orang yang dipuja oleh Bapa dengan pemujaan dan kasih yang sempurna, dan adalah Yang disembah oleh semua malaikat suci, dan yang ditakuti semua setan-setan.
Dalam penangkapan-Nya Dia ditangkap dan Dia diikat. Yang tak terbatas itu diikat oleh orang jahat. Pribadi yang sanggup mengalahkan mereka dan membunuh mereka dalam satu detik saja, lebih suka membiarkan diri-Nya menjadi tawanan mereka sehingga mereka bisa membawa-Nya kepada kematian. Dia diikat oleh agen-agen Setan, dan pada suatu hari para malaikat akan mengikat Setan dan melemparkannya untuk selamanya ke dalam lautan api.
Pengkhianatannya adalah semacam penyaliban. Setelah tiga tahun hak istimewa penuh belas kasihan itu diberikan kepada Yudas, pengkhianat itu memilih Setan daripada Anak Allah. Dalam pengadilan-Nya di hadapan hakim-hakim duniawi yang korup yang secara salah mengutuk Dia, satu-satunya Hakim yang benar yang kepadanya semua penghakiman terakhir diberikan, ternyata disalahkan atas hal-hal yang tidak Dia lakukan. Dia adalah Hakim dimana dihadapannya semua orang akan dihakimi pada suatu hari nanti.
Dalam pencambukan-Nya Dia menderita rasa sakit yang nyata, dirobek dan dicabik-cabik daging-Nya: rasa malu, penghinaan, rasa sakit, ketelanjangan, dan ejekan. Ini adalah orang yang tidak pernah memiliki tubuh sampai saat itu, dan ketika Dia memiliki tubuh, tubuh itu dilukai untuk selama-lamanya, bekas luka karena pelanggaran orang-orang berdosa. Dan bahkan dalam hukuman-Nya, ada semacam salib, karena Dia dikutuk.
Dia yang adalah Raja di atas segala Raja, yang mengangkat dan menurunkan semua penguasa, yang akan menaklukkan semua raja-raja ketika Dia mendirikan kerajaan duniawi-Nya dan memerintah sebagai Raja di atas segala Raja dan Tuhan di atas segala Tuhan. Dia mengalami penolakan oleh para penguasa dan orang-orang, dihina, dan bahkan dimatikan. Dan kemudian Dia datang ke kayu salib itu untuk disalibkan. Seluruh hidupnya adalah seperti penyaliban.
Sekarang di Yohanes 19 kita berada di titik penyaliban-Nya yang sebenarnya. Faktanya, dalam Yohanes 19:16 Anda akan melihat bahwa bagian ini diakhiri dengan kata-kata yang datang dari Pilatus, “Maka ia menyerahkan Dia kepada para algojo Romawi untuk disalibkan.” Ini membawa kita kepada penyaliban-Nya yang sebenarnya. Marilah kita baca ayat 1-15, “Maka Pilatus mengambil Yesus dan menyesah Dia. 2 Dan para prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan meletakkannya di atas kepala-Nya.”
Dan mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya. 3 Lalu mereka berkata, "Salam, Raja orang Yahudi!" Dan mereka memukul Dia dengan tangan mereka. 4 Pilatus kemudian keluar lagi dan berkata kepada mereka, "Lihatlah, aku membawa Dia keluar kepadamu, supaya kalian tahu, bahwa aku tidak menemukan kesalahan apapun pada-Nya." 5 Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Dan Pilatus berkata kepada mereka, “Lihatlah Manusia itu!”
6 Karena itu, ketika imam-imam kepala dan pejabat-pejabat melihat Dia, mereka berseru, “Salibkan Dia, salibkan Dia!” Kata Pilatus kepada mereka, “Kalian ambillah Dia dan salibkan Dia, karena aku tidak menemukan kesalahan pada-Nya.” 7 Orang-orang Yahudi menjawab dia, “Kami mempunyai hukum, dan menurut hukum itu Dia harus mati, karena Dia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah.” 8 Karena itu, ketika Pilatus mendengar perkataan itu, bertambah takutlah ia,
9 lalu ia masuk lagi kedalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus, "Dari manakah asal-Mu?" Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya. 10 Maka kata Pilatus kepada-Nya, “Tidakkah Engkau mau berbicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu bahwa aku berkuasa untuk menyalibkan-Mu, dan kuasa untuk membebaskan-Mu?” 11 Yesus menjawab, “Engkau tidak memiliki kuasa apapun terhadap Aku, kecuali jika kuasa itu diberikan kepadamu dari atas. Karena itu orang yang menyerahkan Aku kepadamu lebih besar dosanya.”
12 Sejak saat itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi orang-orang Yahudi berteriak, “Jika engkau membebaskan Orang ini, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Siapa pun yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” 13 Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, dia membawa Yesus keluar dan ia duduk di kursi pengadilan di tempat yang disebut Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata. 14 Sekarang adalah Hari Persiapan Pelewatan.
Dan kira-kira jam keenam (jam duabelas). Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi, “Lihatlah Rajamu!” 15 Tetapi mereka berteriak, “Enyahkan Dia, enyahkan Dia! Salibkan Dia!” Kata Pilatus kepada mereka, "Haruskah aku menyalibkan Rajamu?" Para imam kepala menjawab, "Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!" 16 Kemudian Dia menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Kemudian mereka ambil Yesus dan membawa-Nya pergi.” Inilah sejarah nyata, dengan orang-orang nyata dalam peristiwa nyata.
Alkitab itu bukanlah buku mistik, inilah buku sejarah. Ini adalah fase terakhir dari pengadilan Yesus. Orang-orang Yahudi tidak mau membunuh-Nya karena mereka takut orang banyak. Jadi mereka memutuskan bahwa orang Romawilah yang harus mengeksekusi Dia. Ini sesuai dengan rencana Allah karena dalam Perjanjian Lama gambaran ular yang diangkat di padang gurun adalah gambaran tentang Kristus yang ditinggikan.
Jadi menurut Yohanes 18:32, mereka memaksa ada eksekusi Romawi untuk menggenapi perkataan Yesus. Allah mengarahkan bahkan hati kriminal mereka. Mereka menyerahkan Dia kepada Pilatus dan berkata, “Bunuhlah Dia. Jangan mempertanyakan kami, eksekusi saja Dia.” Tetapi Pilatus membutuhkan ada kejahatan, sebuah dakwaan. Dia membutuhkan bukti dan beberapa saksi. Dia adalah seorang gubernur dan seorang hakim. Dia membutuhkan alasan untuk membunuh orang ini.
Tercatat dalam Injil enam kali bahwa Pilatus berkata, "Tidak bersalah." Dia tahu tidak ada tuduhan yang sah. Dia tahu Yesus tidak memimpin pemberontakan. Dia tahu Yesus bukanlah ancaman bagi Kaisar. “Dia juga tahu,” kata Matius 27:18, “bahwa karena iri hati mereka menangkap Dia.” Jadi Pilatus bertanya kepada Yesus, 'Apakah Engkau seorang raja?' Yesus menjawab, "Aku adalah raja kebenaran. Ini bukanlah kerajaan duniawi, inilah kerajaan transenden.”
Nah Pilatus telah memimpin ratusan pengadilan. Semua penjahat, yang tidak bersalah dan yang bersalah, dengan penuh semangat memprotes penangkapan mereka, berargumentasi bahwa mereka tidak bersalah. Tetapi di sini ada seseorang, yang tahu tidak bersalah, yang tidak memprotes. Dalam pikirannya dia bertanya-tanya, “Mengapa Yesus tidak menjawab? Mengapa dia tidak membela diri? Tetapi seperti yang dikatakan Yesaya 53:7, “Dia digiring seperti domba ke pembantaian dan Dia tidak membuka mulut-Nya.”
Pilatus sekarang terjebak oleh kesalahan sebelumnya yang menyebabkan ada kerusuhan Yahudi di mana ia dilaporkan ke Kaisar beberapa kali dan harus ditegur. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan Yesus. Hati nuraninya mengganggunya. Istrinya mengatakan kepadanya bahwa dia janganlah ada hubungan dengan orang ini; dia dapat semacam mimpi. Pilatus tidak ingin menyerah pada orang-orang yang membuat hidupnya begitu sengsara, jadi dia menyerahkan Yesus kepada Herodes.
Herodes adalah seorang raja yang memiliki otoritas kecil yang diberikan kepadanya oleh Roma di daerah itu. Lukas 23 memberi tahu kita sedikit. Yesus diutus kepada Herodes yang ada di dekatnya, jelas dia ada disana untuk Pelewatan juga. Dan itu lelucon bagi Herodes. Apakah Dia seorang raja? Inilah ejekan. Herodes tidak pernah bertemu Yesus sepanjang pelayanan-Nya. Dia melihat Yesus dan dia pikir itulah bahan tertawaan untuk menganggap Yesus sebagai ancaman.
Jadi setelah mengolok-olok Yesus, menimbun cemoohan pada-Nya, membuat orang-orang di keliling Herodes mengejek-Nya, dia mengirim Yesus kembali ke Pilatus. Jadi ketika kita sampai pada Yohanes 18:39 Pilatus mendapatkan Dia kembali, dan inilah fase terakhir dari pengadilan. Pilatus telah membentuk sikap niat baik. Pada setiap Pelewatan dia membebaskan seorang penjahat. Namun, mereka tidak ingin Yesus dibebaskan, mereka menginginkan Barabas.
Barabas adalah seorang pemberontak, pembunuh dan perampok. Anda tidak ingin orang seperti itu berkeliaran dibanding seorang penyembuh, pembuat mukjizat, dan guru kebenaran. Tetapi mereka tetap memilih Barabas. Barabas berarti “Bar Abba, putra ayah.” Jadi mereka memilih putra bapa itu daripada Anak Bapa yang sebenarnya. Mereka memilih Barabas. Jadi usul pertama Pilatus itu gagal.
Usul kedua ada di Yohanes 19. Ayat 1, “Ia mengambil Yesus dan menyesah Dia.” Pilatus berpikir kalau Dia cukup dipukuli, dalam kondisi berdarah dan babak belur itu mereka akan mengasihani Dia. Tidak ada batas pencambukan Romawi. Tiga puluh sembilan cambukan adalah batasnya yang bisa dilakukan orang Yahudi, karena mereka ingin berhenti sebelum empat puluh, yang merupakan persyaratan Perjanjian Lama sebagai maksimum. Orang Romawi tidak memiliki batas maksimal seperti itu.
Maka Pilatus menyeret Dia ke luar kepada orang banyak di luar sambil mengenakan mahkota duri, ayat 5, dan berkata, “Lihatlah, Manusia itu!” "Apakah ini cukup? Lihatlah." Ayat 6, “Ketika imam-imam kepala dan pejabat-pejabat melihat Dia, mereka berseru, “Salibkan Dia, salibkan Dia!” Pilatus berkata kepada mereka, “Kalian ambillah Dia dan salibkan Dia, karena aku tidak menemukan kesalahan apapun pada-Nya.” Inilah kedua kalinya dia berkata, "Aku memberi kalian izin untuk membunuh-Nya."
Pilatus sudah mengalami semacam trauma. Istrinya telah memperingatkannya. Dia tahu bahwa dia berada di ambang kerusuhan. Hati nuraninya memarahinya. Dia khawatir tentang karir masa depannya. Tetapi itu bukan yang terburuk; itu benar-benar menjadi serius di sini. Ayat 7, “Orang-orang Yahudi menjawab dia, “Kami memiliki hukum, dan menurut hukum kami Dia harus mati, karena Dia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah.”
Mereka akhirnya sampai pada tuduhan itu: “Bunuhlah Dia karena penghujatan.” Itulah penolakan penuh terakhir terhadap kepemimpinan Mesias Israel, dan tidak ada alasan. Mereka benar-benar tidak tahu apa-apa. Tetapi mereka membunuh Yesus karena Dia mengatakan siapakah Dia sebenarnya. Tidak ada misteri dalam apa klaim-Nya. Mereka tahu Dia mengaku diri-Nya sebagai Anak Allah, yang berarti memiliki sifat yang sama dengan Allah; Dia mengklaim Dia adalah Allah.
Ayat 8 - 9, “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, bertambah takutlah ia, 9 dan masuk lagi ke dalam gedung pengadilan, dan berkata kepada Yesus, “Dari manakah asal-Mu?” Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya.” Apakah dia lebih takut daripada hati nuraninya yang bersalah? Apa lagi yang harus ditakuti? Nah mengapa dia panik atas pernyataan tentang Yesus ini, yang mengaku diri-Nya sebagai Anak Allah? Karena setiap orang Romawi percaya pada banyak dewa-dewa.
Jadi menurut perspektif penyembah berhala, Pilatus berpikir, “Ini bisa-bisa lebih buruk dari sekadar orang Yahudi, lebih buruk dari sekadar Kaisar. Para dewa mungkin telah turun dan mengejarku.” Dia hiruk pikuk. Ditambah lagi, ada peringatan dari istrinya karena dia mengalami semacam mimpi aneh yang disebut di Matius 27. Pertanyaan Pilatus sebenarnya adalah, “Apakah Engkau turun dari para dewa?”
Pilatus mengeraskan hatinya sampai Allah mengeraskan hati-Nya, Yesus tidak memberi jawaban kepadanya. Pada saat itu Pilatus masuk malam abadi di dalam jiwanya. Ayat 10, “Maka kata Pilatus kepada-Nya, “Tidakkah Engkau mau berbicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu bahwa aku berkuasa untuk menyalibkan-Mu, dan kuasa untuk membebaskan-Mu?” Kebenaran masalah ini adalah dia tidak mempunyai otoritas dan dia tahu itu.
Yah, secara teknis dia ada kuasa, tetapi itu semua telah dibatalkan. Dia diperas oleh orang-orang Yahudi dan takut oleh Yesus ini yang mungkin adalah dewa di hadapannya. Ayat 11, “Yesus menjawab, “Engkau sama sekali tidak ada kuasa atas Aku, kecuali jika itu diberikan kepadamu dari atas. Karena itu orang yang menyerahkan Aku kepadamu lebih besar dosanya.” Di kepercayaan Romawi, tidak ada dewa anugerah, mereka semua pendendam.
Kata Yesus, “Dia yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.” Kayafas imam besar itu dan Sanhedrin, Mahkamah Agung Yahudi memiliki kesalahan yang lebih besar. Dalam kekekalan ada hukuman, dan hukuman yang lebih besar. Ayat 12, “Sejak saat itu Pilatus berusaha melepaskan Dia, tetapi orang-orang Yahudi berteriak, mengatakan, “Jika engkau membiarkan Orang ini pergi, engkau bukan sahabat Kaisar. Siapa pun yang menganggap diri-Nya raja menentang Kaisar.”
Jadi orang-orang Yahudi harus beralih kembali ke, “Inilah orang yang mengaku diri-Nya sebagai raja. Dia adalah saingan Kaisar. Jika engkau melepaskan Orang ini, engkau bukan sahabat Kaisar. ” Tahukah Anda apa yang Pilatus dengar saat itu? “Jika saya membiarkan Orang ini pergi, pasti ada kerusuhan. Mereka akan mengirim kabar kembali ke Kaisar; dan aku dipecat." Dan dalam tindakan perlindungan diri, dia harus menyerah. Itu adalah kesempatan terakhir.
Ayat 13, “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia membawa Yesus keluar dan duduk di kursi pengadilan di tempat yang disebut Litostrotos, tetapi dalam bahasa Ibrani, itulah Gabata.” Dia mendirikan pengadilan, dan mengambil tempatnya sebagai hakim. Ini masih pagi. Ayat 14, “Sekarang itu adalah Hari Persiapan Pelewatan, dan kira-kira jam duabelas. Dan dia berkata kepada orang-orang Yahudi, “Lihatlah Rajamu!”
Pilatus tidak mengambil keputusan, orang-orang yang menentukannya; mereka berkuasa. Ayat 15, “Tetapi mereka berseru, “Enyahkan Dia, enyahkan Dia! Salibkan Dia!” Kata Pilatus kepada mereka, "Haruskah aku menyalibkan Rajamu?" Para imam kepala menjawab, "Kami tidak memiliki raja selain Kaisar!" Ketika Yesus berkata Dia adalah Anak Allah itu benar. Ketika mereka berkata, "Kami tidak memiliki raja selain Kaisar," itu bohong. Mereka menghujat Allah untuk membunuh Kristus.
Kata mereka, “Biarlah darah-Nya tercurah atas kami dan atas anak-anak kami. Kami akan bertanggung jawab penuh." Ayat 16, “Kemudian ia menyerahkan Dia kepada mereka untuk disalibkan. Kemudian mereka mengambil Yesus dan membawa-Nya pergi.” Pilatus muncul di tempat kejadian itu dengan cara yang dramatis; dia pergi dari tempat peristiwa itu, seperti di samping Yudas, tragedi terbesar dalam Perjanjian Baru. Pilatus bertanya, “Apakah yang harus saya lakukan dengan Yesus yang disebut Kristus?”
Itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap orang, dan jawabannya akan menentukan nasib kekal Anda. Jika Anda tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan, Anda mungkin seperti orang yang tidak peduli, atau Anda mungkin adalah orang-orang yang berteriak-teriak, “Salibkan Dia, salibkan Dia!” atau siapapun di antaranya. Akuilah Dia sebagai Tuhan. Pilihlah hidup; pilihlah pengampunan; pilihlah surga; pilihlah sukacita; pilihlah berkat untuk selamanya. Marilah kita berdoa.